Jagong Sastra merupakan rangkaian dari kegiatan Festival Semambung yang digelar selama dua hari, Sabtu dan Minggu (17-18/11/2018). Empat narasumber dihadirkan dalam forum itu, yakni Djoko Saryono, Bonari Nabonenar, Yusri Fajar, dan Heti Palestina Yunani dipandu Stebby Julionatan.
Selain Jagong Sastra, sejumlah kegiatan yang melibatkan penduduk Desa Semambung dihelat sehari sebelumnya. Mereka mengadakan selamatan kerabat budaya masyarakat Semambung, lomba baca puisi pahlawan, lomba memeluk pohon, dan egrang bathok.
Di tengah rindang pepohonan kenanga, durian, dan juwet yang ditanam di area pekarangan Omah Padma, Semambung, Purwodadi, Pasuruan, puluhan orang pegiat literasi dan sastra mengikuti Jagong Sastra. Bertajuk Menggali Nilai-nilai Heroisme dalam Karya Sastra Kekinian, acara Jagong Sastra berlangsung Minggu (18/11/2018) mulai pukul 13.30-17.00.
Heti, mantan jurnalis mengatakan, perempuan yang bersuara melalui tulisan bukanlah hal mudah. Ia menyebut Wina Bojonegoro, sebagai salah satu penulis perempuan yang bisa memadukan dunia sastra yang digelutinya dengan bidang lain seperti pariwisata.
Sementara itu, Bonari Nabonenar dalam paparannya menyebut almarhum Suparto Brata sebagai sosok penulis yang berjuang melalui karya sastra Jawa. Melalui figur kepahlawan dalam tokoh-tokoh ceritanya. Bonari juga berbagi cerita bagaimana perjuangannya ketika menghelat Festival Sastra Jawa dan Desa di Cakul, Trenggalek sebagai bagian dari upayanya untuk mengangkat dan memberdayakan potensi desa.
Kepedulian pada lingkungan juga yang membuat pahlawan masa kini yang disebut guru mendedikasikan hidupnya untuk memberi pencerahan. Demikian yang disampaikan Yusri Fajar, dosen Universitas Brawijaya yang juga sastrawan. Penulis buku Kepada Kamu yang Ditunggu Salju itu juga menyebut sejumlah nama penulis yang karya-karyanya dinilai bernilai heroisme.
Jangan tercabut dari akar. Dengan menggali potensi desa, maka orang tidak perlu punya kecenderungan mendewa-dewakan kota. Bagi Djoko Saryono, penulis buku Kemelut Cinta Rahwana, justru orang-orang desa jauh lebih beradab dalam berbagai hal. Ia meyakini, kampung sejatinya lumbung ide yang jika dioptimalkan akan menjadi tempat lahirnya banyak potensi yang bermanfaat bagi khalayak.
Jagong Sastra dibuat tiga bulan sekali. Menurut Wina Bojonegoro, penggagas Festival Semambung dan Jagong Sastra sekaligus pemilik rumah galeri Omah Padma, kegiatan itu menjadi agenda rutin. Selain upaya untuk terus membumikan gerakan literasi, ia menyebut sebagai ajang itu untuk mengenalkan potensi desanya kepada masyarakat luar.
”Saya berharap dengan kegiatan ini, warga Semambung semakin mencintai desanya dan mau bergerak menggali potensi desa yang selama ini belum disentuh. Jagong Sastra berikutnya diadakan Januari 2019,” kata Wina, Selasa (27/11/2018).
sumber : surya.co.id