Kita tentu pernah mendengar quote : Pena lebih tajam dari pedang. Pena mampu memenangkan perang, bukan perang dengan senapan, tapi perang melawan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan penindasan.
Ibu Kita Kartini dikenal sebagai pejuang perempuan karena menulis. Meskipun ia tidak kemana-mana, tapi membaca banyak buku dalam bahasa asing. Pikirannya menjadi terbuka dan ia bisa melihat dunia, meski ia hanya di rumah saja. Dan kemudian kita mengenal buku HABIS GELAP TERBITLAH TERANG.
Masa pandemi ini, anggaplah sebagai masa kegelapan itu. Masa ketika perempuan bertugas bukan hanya sebagai istri dan ibu tetapi juga guru bagi anak-anak yang belajar daring. Sesungguhnya masa kegelapan itu adalah ketika perempuan tidak bisa piknik, tidak bisa ngemall, tidak bisa mencoba gincu baru, tidak bisa belanja sepatu atau tas baru. Sudah begitu memasak jadi lebih sering karena suami di rumah aja, anak-anak juga belajar di rumah aja. Kalau mengandalkan go food, pengeluaran bengkak, sementara gaji suami kena pemotongan. Lengkap sudah masa kegelapan itu.
Oleh karena itu saya mengajak perempuan untuk mencari pelita, menerangi setidaknya pikiran kita sendiri. Syukur-syukur bisa menerangi pikiran sebelah-sebelah kita, atau lingkungan kita. Bahkan jika mungkin menerangi Indonesia.
Kaum perempuan bisa dan harus memberikan kontribusi terhadap proses mencerdaskan bangsa. Salah satunya adalah dengan menulis. Dengan menulis perempuan dapat memanifestasikan kelebihan energi dan menemukan katarsis. Kegelapan-kegelapan yang tadi saya sampaikan, potensial mengganggu pikiran. Itu bisa diluapkan lewat tulisan.
Menulis juga memiliki banyak manfaat, antara lain :
- Mengenali Diri :
Kompleksitas pikiran perempuan yang multitasking, dan gampang bercabang, dapat dimanfaatkan sebagai sebuah kerangka tulisan. Berbasis pengalaman pribadi, melahirkan uneg-uneg, pikiran-pikiran gila dan liar yang kadang saru atau tabu ( memimjam istilah mb Oka Rusmini), dapat dituangkan dalam tulisan berbentuk fiksi.
Kesibukan mendera di era pandemi ini, atau kegiatan yang terlalu banyak sebagai ibu dan perempuan, kadang membuat kita kehilangan waktu untuk lebih mencintai diri sendiri. Kita sering kehilangan ME TIME. Seorang perempuan berhak untuk memiliki impian, berapapun usianya. Ambillah me time Anda, keluarkan suara-suara di kepala, hal-hal di luar nalar yang mungkin di dunia nyata tidak mungkin, kritik sosial, kegelisahan. Tulislah semuanya tanpa rem. Kemudian baca kembali. Itulah self editing dan introspeksi.
- Eksistensi Diri
Rasanya ini terlalu keren, tapi begitulah kenyataannya. Tidak bisa dipungkiri jika perempuan masih sering dianggap sebagai manusia kelas kedua di bawah laki-laki. Mari kita hitung, berapa pejabat publik atau pimpinan profesional yang perempuan? Hal ini karena budaya patriarki yang terlanjur melekat di tengah masyarakat kita. Maka dengan menulis, perempuan dapat menunjukkan ide-idenya, pikirannya, pendapat pribadinya, mimpinya. Juga idealismenya. Dengan menulis, perempuan tidak pantas dianggap rendah.
Mulailah dengan tema yang lebih ringan, misal mengapa perempuan karir dianggap tidak bisa memasak? Kenapa perempuan ibu rumah tangga dianggap sebagai bukan wanita karir padahal jam kerjanya 24 jam? dsb
- Melatih Berpikir Tersetruktur
Secara psikologis perempuan yang terbiasa multitasking, mudah terdistraksi oleh hal-hal lain yang menarik perhatiannya. Hal tersebut kadang menimbulkan tindakan sporadis, atau spontanitas yang membuat perempuan dijuluki sebagai makluk moody. Menulis adalah salah satu cara untuk melatih perempuan berpikir secara terstruktur, karena dalam menulis kita mengenal teori-teori dan kaidah, yang memaksa kita melakukan step-step tertentu. Jika kita disiplin melakukan ini, maka pikiran kita akan terbiasa dengan mekanisme. Misal kita menemukan judul yang bagus, kita tulis dulu, kamudian membuat kerangka tulisan, memikirkan headline yang menarik, dan sebagainya.
- Stress Release:
Sejak dari lahir, perempuan itu mudah stres. Mudah panik. Hal itu bisa terpicu faktor hormonal.meskipun pemantik stress tiap orang berbeda-beda, namun ada cara yang sama untuk release stress. Menulis. Tujuannya, agar beban stres tidak menumpuk hingga berujung depresi. Banyak pendapat dari para ahli psikologi menyarankan agar kita menuliskan semua beban pikiran tersebut. Menulislah apa saja, bebaskan diri Anda di depan laptop, jika tidak ada laptop, di catatan gawai pun bisa, atau buku harian. Jadikan tulisan adalah sansak seperti laki-laki melampiaskna kemarahannya. Keluarkan segala uneg-uneg tanpa sensor. Suatu saat ketika pikiran Anda sudah pada posisi baik-baik saja, baca kembali dan tertawai diri Anda sepuasnya.
- Menambah Penghasilan
Menulis dengan cara penerbitan swadaya seperti ini seperti yang dilakukan teman-teman dari kelas menulis, ternyata dapat menambah penghasilan. Memang tidak bombastis, tetapi konsep WRITERPRENEUR ini layak ditekuni sebagai sebuah alternatif. Distribusi dipegang sendiri, showcase online bisa dibuka siapa saja, keuntungan tidka perlu berbagi dengan penerbit dan distributor, jadi penjualan buku indie sebenarnya lebih menguntungkan penulis. Nanti jika jam terbang sudah tinggi, dan skill menulis sudah tajam, tentu harga tulisan jauh lebih mahal.
Bagaimana agar masyarakat membaca tulisan kita? Tentu saja konsepnya adalah EVERYBODY IS MARKETER. Tapi apa yang kita jual? Kita nggak mungkin menjual sampah. Juallah sesuatu yang memberikan value. Apakah value itu hiburan, gagasan, pengetahuan, solusi apapun yang tidak sia-sia.
Sebagai penutup, menulislah dengan bertanggung jawab, terus belajar meningkatkan skill, jangan pernah puas pada hasil saat ini. Jika kita berkembang, tulisan kita akan meningkat kualitasnya. Ganbate !!
(Wna Bojonegoro )